Ruang imajinasi selalu lebih luas dari realitas. Itu memberi kenyamanan psikologis untuk sesaat. Tapi kenyamanan itu sangat dibutuhkan untuk membuat kita mengalir.
Dalam ruang imajinasi yang luas itu otot-otot kognitif kita tumbuh lebih baik. Di situ akan ada saluran besar tempat ide-ide kreatif kita mengalir deras.
Di tengah krisis yang penuh ketidakpastian, para pemimpin selalu dilanda keraguan dan kegamangan. Peluang melakukan kesalahan lebih besar dengan risiko yang juga besar. Itu sebabnya banyak pemimpin yang memilih untuk tidak mengambil risiko dengan tidak mengambil tindakan.
Tapi itu justru kesalahan besar karena kegamangan pemimpin akan cepat menular ke bawah. Yang diperlukan adalah kombinasi antara keberanian, pendekatan scientific dan intuisi. Dalam kombinasi itu kita membutuhkan kelincahan kognitif untuk memandu semua langkah uji coba yang biasanya menyisakan banyak residu kesalahan.
Salah satu karakter dari krisis yang sekarang kita alami adalah bahwa dia tidak punya akhir yang jelas. Kita akan keluar dari krisis ini secara perlahan dalam suatu peta jalan yang terputus-putus. Itu terjadi pada hampir semua krisis-krisis besar dalam sejarah.
Saat pembebasan Konstantinopel kita mungkin hanya mengenang jejak-jejak heroik ketika akhirnya Muhammad Al Fatih menginjakkan kaki memasuki gerbang kota itu. Yang tidak kita lihat adalah kelelahan mental pada semua prajurit yang terlibat dalam pengepungan kota bersejarah itu. Karena tidak ada satu pun strategi yang benar-benar efektif menghentikan perlawanan warganya. Al Fatih harus terus menerus mengganti strategi serangannya, tapi dalam waktu lama yang sangat melelahkan.
Kata kunci paling penting yang menjelaskan secara mendalam proses menuju kemenangan itu adalah konsistensi Al Fatih pada imajinasinya. Ia bertekad melampaui legacy pembebasan Alexander The Great. Model sejarah itu yang memberinya kekuatan obsesif dari mana ia menemukan sumber ilham yang tidak pernah berhenti mengalir.
Al Fatih terlalu lincah secara kognitif. Dan itu tampak pada kemampuannya menemukan strategi-strategi baru yang tidak pernah ada dalam rencana sebelumnya. Para pemimpin Konstantinopel tidak kuat mengikuti dan mengantisipasi perubahan strategi yang sangat cepat itu.
Kelincahan kognitif itu yang sekarang kita butuhkan di tengah krisis berlarut, sistemik dan multidimensi yang menciptakan ketidakpastian dan perubahan cepat yang tidak menentu. Kelincahan kognitif itu merekat tiga elemen dalam kombinasi keberanian, pendekatan scientific, dan ketajaman intuisi.